Periode Juli hingga Agustus adalah waktu yang cukup sibuk bagi Kasimirus Yakai (29 tahun). Dalam dua bulan tersebut Kasim, sapaan akrabnya, bersama rekan-rekannya di Kelompok Patroli Sumber Daya Alam (SDA) Kampung Yepem akan berpartisipasi dalam beberapa kegiatan. Semua kegiatan tersebut bertujuan untuk menguatkan peran Kelompok Patroli dan menyebarluaskan semangat konservasi ke berbagai penjuru kampung di Asmat.
Agenda Kelompok Patroli SDA Kampung Yepem dimulai dengan turut dalam musyawarah rencana pembangunan (musrenbang) di Kampung Yepem untuk memasukkan biaya operasional patroli hutan pada tahun anggaran 2019. Pada akhir Juli para ranger lokal ini akan berpartisipasi dalam peringatan International Mangrove Day 2019 di kampung mereka. Sementara itu selama Juli sampai Agustus ini mereka juga terlibat dalam pembentukan, peningkatan kapasitas hingga mendampingi kegiatan monitoring dan patroli Kelompok Jaga Hutan di beberapa kampung.
Walaupun menjalani jadwal kegiatan yang sangat padat, raut wajah para pemuda ini tetap tampak selalu bersemangat. “(Kegiatan-kegiatan) ini sangat penting. Menjaga kelestarian tanah adat ini bukan hanya tugas wayir (tetua adat). Kita pemuda juga harus ikut menjaga,” kata Kasim pada momen perayaan International Mangrove Day 2019 di Kampung Yepem (24/7).
Kelompok Patroli SDA Kampung Yepem dibentuk oleh Kepala Kampung pada Agustus 2018 lewat fasilitasi yang dilakukan program USAID LESTARI. Hal ini dilakukan untuk merespon kebutuhan untuk melindungi SDA, khususnya sumber air dan kawasan hutan yang berada di Kampung Yepem.
Masyarakat adat Asmat di Kampung Yepem sebenarnya memiliki sejumlah kearifan lokal (local wisdom) dalam hal perlindungan SDA. Mereka misalkan terbiasa untuk memasang tanda larangan pada lahan-lahan hutan yang mulai kritis. Hal ini dilakukan untuk memberikan kesempatan pada lahan tersebut untuk tumbuh kembali secara alami. Serupa moratorium dalam konsep konservasi modern.
Dalam hal pemanfaatan SDA masyarakat adat Asmat di Kampung Yepem juga punya kebiasaan turun-temurun yaitu mengambil secukupnya dari alam. Misalnya dalam satu lubang terdapat tiga ekor kepiting bakau maka yang diambil hanya dua ekor. Sedangkan satu ekor, terutama yang betina atau masih kecil, dibiarkan lepas. “Tidak boleh ambil semua. Kalau ambil semua nanti langsung habis. Anak cucu nanti mau makan apa?” pesan Hilarius Jimbes, Ketua Adat Kampung Yepem.
Sistem konservasi tradisional masyarakat adat Asmat di Kampung Yepem tersebut berperan dalam melindungi kelestarian alam selama ratusan tahun. Namun demikian seiring dengan perkembangan zaman, peran para tetua adat semakin tergerus. Lembaga adat di kampung-kampung di Asmat seperti tidak mampu mengimbangi tekanan pembangunan dan modernisasi yang masuk. Atas dasar tersebutlah dibentuk Kelompok Patroli SDA di Kampung Yepem. Tim yang sebagian besar anggotanya adalah anak muda ini memiliki peran untuk mengimbangi peran kelembagaan adat dalam mengawal isu pelestarian lingkungan di Kampung Yepem.
Kelompok Patroli SDA Kampung Yepem terbentuk pada 4 Agustus 2018, bersamaan dengan berdirinya Badan Usaha Milik (BUM Kampung) Yepem. Kelompok yang saat ini diketuai oleh Kasimirus Yakai diberi nama “Buam Capinbiam Banbak Atuwcar.” Artinya “mari menjaga hasil laut dan hutan.” Nama tersebut dipilih sesuai dengan tugas yang diemban kelompok ini, yaitu menjaga kelestarian sumber daya alam Kampung Yepem, utamanya sumber air Kali Jomboth, ekosistem hutan serta pesisir.
Dalam beberapa bulan Kelompok Patroli SDA Kampung Yepem menerima materi peningkatan kapasitas. Oleh program USAID LESTARI mereka difasilitasi untuk menyusun program kerja secara partisipatif. Pengenalan alat serta formulir isian pemantauan hutan juga dilakukan. Cabang Dinas Kehutanan (CDK) Kabupaten Asmat juga sempat memberikan pelatihan pencegahan kebakaran lahan. Hal ini dilakukan karena Kampung Yepem memiliki riwayat kebakaran lahan di masa lalu yang menghanguskan puluhan hektar areal hutan. Sedangkan Dinas Perikanan Kabupaten Asmat juga turut mendukung dengan mengangkat anggota Kelompok Patroli sebagai kader konservasi mangrove. Sinergitas para pihak ini menjadi salah satu kunci keberhasilan dalam proses peningkatan kapasitas Kelompok Patroli SDA Kampung Yepem.
Implementasi program kerja Kelompok Patroli SDA Kampung Yepem dilaksanakan mulai September 2018. Kegiatan berupa monitoring kondisi hutan dilakukan secara berkala setiap bulan. Hal ini dilakukan untuk memantau kondisi hutan dan sumber daya alam di dalam wilayah kelola masyarakat adat Asmat di Kampung Yepem. Perubahan kondisi ekosistem hutan serta gangguan dan ancaman dicatat dalam lembar isian pemantauan kondisi hutan. Hasil monitoring rutin tersebut kemudian dilaporkan kepada Kepala Kampung untuk ditindaklanjuti sesuai kebutuhan.
“Sejauh ini kami belum pernah menemukan orang yang merusak hutan secara besar-besaran. Yang sempat kami dapat ada pembukaan kebun di pinggir kali (sempadan sungai). Kalau itu kami tegur saja. Berikan penjelasan kalau buka kebun di pinggir kali itu bisa membuat erosi,” kata Kasimirus Yakai.
Meski belum menemui gangguan dan ancaman yang menjurus pada kerusakan ekosistem hutan, Kelompok Patroli SDA Kampung Yepem tetap berkomitmen untuk terus melaksanakan pemantauan hutan lewat kegiatan monitoring rutin. Adanya aktivitas pemanfaatan sumber air Kali di Kali Jomboth, kali utama di Kampung Yepem, butuh perhatian dari masyarakat agar tidak terjadi pencemaran dan kerusakan hutan. Sumber air Kali Jomboth saat ini dikelola oleh Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) Kabupaten Asmat untuk mendukung ketersediaan air bersih di Kota Agats dan sekitarnya. Belum lagi potensi penyerobotan lahan yang dapat dilakukan oleh kampung tetangga.
“Kami mau hutan di kampung kami bisa terus lestari, ada terus. Sehingga hasil alam ini bisa dinikmati oleh masyarakat sekarang sampai anak cucu dorang nanti,” lanjut Kasimirus Yakai.
Lantas dari mana dana untuk melakukan monitoring rutin secara terus-menerus?
Saat ini Kelompok Patroli SDA Kampung Yepem dapat bekerja dengan tenang, setidaknya hingga tahun 2023 nanti. Pendanaan untuk kegiatan mereka telah dijamin oleh Kepala Kampung dengan menganggarkan biaya pelestarian lingkungan hidup di dalam dokumen Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) Kampung Yepem tahun 2018-2013. Sumber pendanaan ini berasal dari Dana Desa (DD) dan AlokasI Dana Desa (ADD). Nantinya dana tersebut akan dikelola oleh Kelompok Patroli.
“Kegiatan ini sangat penting. Makanya saya setuju dimasukkan dalam RPJMK kami,” kata Leonardus Jiwem, Kepala Kampung Yepem.
Kegiatan Kelompok Patroli SDA Kampung Yepem tidak hanya berkontribusi dalam menjaga kelestarian lingkungan kampung namun juga menjamin ketersedian sumber penghidupan masyarakat. Kelestarian hutan dan ketersedian sumber penghidupan adalah dua hal yang saling terhubung dalam kehidupan masyarakat adat Asmat. Penghidupan berupa sumber pangan, obat-obatan tradisional, serta bahan untuk perumahan dan sarana-prasarana lainnya hanya bisa terjamin bila hutan tetap dalam kondisi lestari. Kerusakan ekosistem hutan adalah ancaman bagi ketersedian penghidupan masyarakat lokal.
Kini Kelompok Patroli SDA Kampung Yepem juga turut serta menyebar semangat konservasi di kampung-kampung lain di pesisir Asmat. Mereka berpartisipasi dalam peningkatan kapasitas Kelompok Jaga Hutan (KJH) di beberapa kampung yang dibentuk lewat program USAID LESTARI. Nantinya semua KJH ini diproyeksikan sebagai ranger lokal yang bertugas menjaga kelestarian hutan masyarakat adat, sama seperti yang telah dilakukan oleh Kelompok Patroli SDA Kampung Yepem.
Proses berbagi pengalaman yang dilakukan oleh Kelompok Patroli efektif memberikan pemahaman kepada anggota KJH. Hal ini dikarenakan materi yang disampaikan merupakan praktik baik yang telah dilakukan. Transfer pengetahuan juga berjalan baik karena dilakukan dengan praktik langsung lewat pendampingan kegiatan monitoring kawasan hutan.
Pada setiap sesi peningkatan kapasitas KJH di berbagai kampung, Kasimirus Yakai bersama anggotanya yang terlibat selalu menyampaikan ajakan untuk melestarikan hutan. Mereka berharap semangat konservasi yang telah dibangun di Kampung Yepem dapat menyebar ke kampung-kampung lain. “Kami berharap masyarakat di semua kampung Asmat juga mau ikut menjaga kelestarian hutan kita. Hutan Asmat ini milik kita bersama. Kalau bukan kita yang menjaga, siapa lagi?”