Sekelompok ibu-ibu dan perempuan di Dusun Semanggang, Desa Batu Ampar, Kabupaten Kubu Raya, Kalimantan Barat, kini memiliki aktivitas baru. Berawal dari keikutsertaannya dalam kegiatan Sekolah Lapang Perikanan Tangkap, saat ini mereka aktif di dalam Kelompok Pengolah dan Pemasar atau biasa disingkat POKLAHSAR sejak 2023. Selama mengikuti di Sekolah Lapang Perikanan Tangkap, anggota POKLAHSAR mempelajari berbagai hal, mulai dari peran ekosistem mangrove untuk menopang sumber daya ikan, karakteristik dan jenis-jenis ikan lokal, praktik berbagai jenis olahan perikanan, serta pola musim di Perairan Desa Batu Ampar. Para Ibu-ibu juga belajar tentang bagaimana dampak perubahan iklim pada sumber daya ikan dan pengaruhnya terhadap kegiatan mata pencaharian masyarakat pesisir.
Berbekal pembelajaran dari sekolah lapang tersebut, ibu-ibu anggota POKLAHSAR terdorong untuk mengembangkan usaha pengolahan perikanan sebagai sumber pendapatan tambahan yang berkelanjutan. Selain itu, mereka juga menyadari bahwa keberhasilan usaha tidak hanya bergantung pada keterampilan mengolah hasil perikanan, tetapi juga memerlukan strategi pemasaran yang efektif serta manajemen bisnis yang baik agar produk mereka dapat bersaing di pasar. Semangat tersebut yang dibawa dalam pembentukan POKLAHSAR Karya Bersama yang kini beranggotakan sebelas orang.
Pada awalnya, produk olahan perikanan dibuat secara pribadi dan mandiri oleh masing-masing anggota kelompok dengan peralatan sederhana dan dalam jumlah terbatas. Namun, seiring berjalannya waktu, produk-produk mereka mulai berkembang dan permintaan pasar menjadi meningkat, sehingga muncul kebutuhan akan fasilitas yang lebih memadai untuk mendukung proses produksi. Oleh karena itu, dengan dukungan dari Blue Action Fund, mereka memutuskan untuk mendirikan rumah produksi khusus yang tidak hanya berfungsi untuk menjaga kualitas produk, tetapi juga mempermudah seluruh kegiatan pengolahan, penyimpanan, hingga pemasaran. Dengan adanya rumah produksi ini, kelompok menjadi semakin solid dalam menjalankan usaha mereka, meningkatkan efisiensi kerja, serta memperkuat komitmen bersama untuk mengembangkan bisnis secara berkelanjutan. Mereka berharap melalui upaya ini, produk olahan perikanan mereka dapat diterima dan menjangkau pasar yang lebih luas, baik di tingkat lokal hingga nasional.
Gambar 1. Rumah Produksi POKLAHSAR Karya Bersama – Marini/Blue Forests.
Fokus utama POKLAHSAR Karya Bersama adalah mengolah hasil laut menjadi berbagai produk yang memiliki nilai jual dan diminati masyarakat umum, seperti kerupuk ikan, ikan salai (ikan asap), kerupuk udang, kerupuk basah, bakso udang, abon ikan dan ikan asin, yang semuanya dibuat dengan standar kualitas yang terjaga agar dapat bersaing di pasar. Mengingat bahwa semua produk mereka berbahan dasar ikan dan hasil laut lainnya, kelompok ini menjalin kerja sama yang erat dengan para nelayan tangkap di daerah mereka untuk memastikan ketersediaan bahan baku. Melalui kemitraan ini, mereka tidak hanya dapat memperoleh pasokan ikan segar dalam jumlah yang cukup, tetapi juga memiliki kendali lebih besar dalam menentukan harga bahan baku sehingga dapat menekan biaya produksi dan meningkatkan daya saing produk. Selain itu, kerja sama ini memungkinkan mereka untuk menjaga kualitas hasil olahan dengan memastikan bahwa bahan baku utama ikan yang digunakan ditangkap dengan alat tangkap yang ramah lingkungan dan meningkatkan daya tawar nelayan terhadap harga ikan. Dengan strategi ini, POKLAHSAR Karya Bersama mampu meningkatkan efisiensi produksi, memperkuat hubungan dengan para nelayan sebagai mitra utama, serta menjamin kepuasan pelanggan melalui produk yang berkualitas baik dan konsisten.
Sebagian besar bahan baku yang digunakan oleh kelompok ini berasal dari kawasan mangrove di Desa Batu Ampar. Perairan ekosistem mangrove Desa Batu Ampar dikenal kaya akan sumber daya perikanan, termasuk ikan tirus dan ikan betutu yang menjadi bahan utama dalam berbagai produk olahan POKLAHSAR Karya Bersama. Dalam proses produksinya, mereka harus melalui banyak tahapan uji coba atau trial and error guna menemukan metode terbaik yang dapat menghasilkan produk dengan kualitas tinggi dan cita rasa yang khas. Berkat ketekunan dan kerja keras yang mereka lakukan, usaha ini akhirnya mulai menunjukkan hasil yang menggembirakan, sehingga dapat menarik kerjasama dengan Prodi Teknologi Hasil Perikanan Universitas Nahdlatul Ulama (UNU) Kalimantan Barat. Sebagai bentuk dukungan terhadap upaya pemberdayaan masyarakat berbasis perikanan ini, UNU kemudian menjalin kerja sama dengan kelompok melalui penandatanganan kesepakatan Memorandum of Understanding (MoU) yang membuka peluang lebih luas dalam hal pendampingan, pelatihan, serta peningkatan kapasitas usaha mereka.
Dukungan yang diberikan tidak hanya berupa penelitian dan pendidikan, tetapi juga mencakup bantuan berupa sarana produksi yang lebih modern, seperti freezer untuk menambah kapasitas penampungan stok ikan dan peralatan produksi seperti alat vakum yang berguna untuk meningkatkan daya tahan dan kualitas kemasan produk olahan mereka. Namun, tantangan tetap ada, salah satunya adalah keterbatasan pasokan ikan dari para nelayan terkadang tidak mencukupi kebutuhan produksi. Untuk mengatasi masalah tersebut serta membantu menutupi biaya operasional, terutama dalam hal pembayaran listrik yang digunakan untuk rumah produksi, kelompok ini juga menjalankan usaha sampingan dengan menjual es batu untuk kebutuhan nelayan. Dengan cara ini, mereka tidak hanya memastikan keberlanjutan operasional rumah produksi, tetapi juga memberikan manfaat tambahan bagi komunitas nelayan yang membutuhkan es batu untuk menjaga kesegaran hasil tangkapan mereka. POKLAHSAR berharap kedepannya dapat meningkatkan modal kelompok dan menarik lebih banyak nelayan untuk bermitra, sehingga dapat menjadi pusat produksi olahan perikanan di Desa Batu Ampar.
Gambar 2. Ibu Halimah (Ketua POKLAHSAR Karya Bersama) – Marini/Blue Forests.
Salah satu produk unggulan yang dihasilkan oleh kelompok ini adalah ikan salai dan kerupuk kering, yang keduanya memiliki daya tarik tersendiri bagi konsumen lokal. Ikan salai diproses dengan teknik pengasapan tradisional yang hanya memerlukan waktu satu hari, namun tetap mampu menghasilkan produk dengan cita rasa khas dan daya tahan cukup lama. Jika disimpan di kulkas, ikan salai ini dapat bertahan hingga satu minggu tanpa kehilangan kualitasnya.
“Ikan Salai ini bisa tahan seminggu kalau masuk kulkas. Satu bungkus kita jual Rp40.000, tapi produksi masih terbatas karena bahan baku ikan hanya ada di musim tertentu” ungkap Ibu Halimah, Ketua POKLAHSAR. Keterbatasan pasokan ikan dari nelayan memang menjadi tantangan utama dalam meningkatkan skala produksi, sehingga mereka harus bekerja dengan jumlah bahan baku yang ada dan menyesuaikan kapasitas produksi sesuai kondisi musim.
Meskipun pemasaran produk mereka masih terbatas di sekitar kampung dan belum menjangkau pasar yang lebih luas, setiap hasil produksi selalu habis terjual dalam waktu singkat. Hal ini menunjukkan bahwa produk ikan salai dan kerupuk kering mereka memiliki permintaan yang stabil dan diminati oleh masyarakat sekitar. Dalam setiap kali produksi, kelompok ini mampu meraup pendapatan sekitar Rp500.000 hingga Rp600.000, yang menjadi sumber penghasilan tambahan bagi para anggotanya. Keberhasilan ini memberikan semangat bagi mereka untuk terus mengembangkan usaha dan mencari solusi agar produksi dapat ditingkatkan, baik melalui kemitraan dengan lebih banyak nelayan maupun dengan inovasi dalam pengolahan bahan baku alternatif.
Ikan salai yang dihasilkan oleh kelompok ini diproduksi dalam jumlah terbatas dan hanya tersedia melalui sistem pre-order. Hal ini disebabkan oleh beberapa faktor, salah satunya adalah musim ikan yang tidak menentu, yang berdampak langsung pada ketersediaan bahan baku. Selain itu, keterbatasan tenaga kerja juga menjadi kendala dalam meningkatkan kapasitas produksi, karena proses pengolahan ikan salai, terutama dalam tahap pengasapan, memerlukan ketelitian dan waktu yang cukup lama agar hasilnya tetap berkualitas.
Meskipun produk mereka memiliki rasa yang khas dan permintaan yang cukup tinggi, hingga saat ini pemasaran masih terbatas karena belum adanya label resmi pada kemasan. Ketiadaan label ini menjadi tantangan tersendiri, terutama ketika mereka ingin memasarkan produk ke luar daerah atau menjangkau konsumen yang lebih luas. “Kami belum ada label, jadi kalau mau dipasarkan keluar, orang-orang pasti tanya soal halal atau tidaknya produk kami,” tambah Ibu Halimah dengan penuh harap. Kesadaran akan pentingnya sertifikasi halal bagi produk makanan membuat mereka berupaya untuk meningkatkan daya saing usaha dengan mengajukan permohonan sertifikasi halal secara resmi. Saat ini, proses pengajuan tersebut sedang berlangsung, dan mereka masih menunggu persetujuan dari pihak berwenang.
Dengan adanya sertifikasi halal di masa mendatang, mereka berharap ikan salai dan produk lainnya yang mereka hasilkan tidak hanya dapat diterima lebih luas oleh masyarakat, tetapi juga memiliki peluang untuk dipasarkan ke berbagai daerah dengan lebih percaya diri. Langkah ini menjadi bagian dari upaya mereka untuk terus mengembangkan usaha dan meningkatkan profesionalisme dalam pengolahan hasil perikanan, sehingga dapat memberikan manfaat ekonomi yang lebih besar bagi seluruh anggota kelompok serta komunitas nelayan yang menjadi mitra mereka.
Gambar 3. Proses pengasapan Ikan Salai dari Ikan Tirus – Marini/Blue Forests.
Gambar 4. Produk hasil olahan POKLAHSAR Karya Bersama berupa Ikan Salai dan Kerupuk Kering – Marini/Blue Forests.
Proses produksi sebagian besar masih dilakukan secara manual, mengandalkan keterampilan tangan para anggota kelompok dalam setiap tahap pengolahan. Salah satu proses yang membutuhkan perhatian khusus adalah penjemuran kerupuk yang bergantung pada kondisi cuaca. Jika matahari bersinar cerah, proses ini dapat diselesaikan dalam waktu sehari penuh, tetapi jika cuaca mendung atau hujan, waktu pengeringan bisa lebih lama, sehingga berdampak pada efisiensi produksi. Meskipun menghadapi keterbatasan dalam hal teknologi dan fasilitas produksi, mereka tetap berusaha menjaga kualitas produk agar tetap diminati oleh pasar.
Beberapa produk yang paling laris dan memiliki permintaan tinggi di pasar lokal antara lain kerupuk ikan, abon ikan toman, dan bakso ikan. Produk-produk ini tidak hanya disukai karena rasanya yang khas dan bahan baku yang segar, tetapi juga karena harganya yang terjangkau bagi masyarakat sekitar. Keberhasilan ini tentu tidak terlepas dari kerja keras para anggota kelompok yang terus berinovasi dan berusaha mempertahankan standar produksi meskipun menghadapi berbagai tantangan, seperti keterbatasan bahan baku, cuaca yang tidak menentu, serta keterbatasan alat produksi.
Meskipun masih menghadapi berbagai tantangan, semangat anggota kelompok tetap tinggi dalam menjalankan usaha ini. Mereka tidak hanya aktif dalam kegiatan produksi, tetapi juga rutin berbagi ilmu, berdiskusi dan belajar bersama demi meningkatkan keterampilan serta memperbaiki kualitas produk. Upaya ini dilakukan agar produk mereka semakin dikenal dan mampu bersaing di pasar yang lebih luas, tidak hanya di tingkat lokal tetapi juga berpotensi menjangkau pasar regional atau bahkan nasional.
Dengan tekad yang kuat dan komitmen untuk terus berkembang, POKLAHSAR Karya Bersama berharap dapat memberikan manfaat yang lebih besar bagi seluruh anggota kelompok. Tidak hanya dari segi peningkatan ekonomi masyarakat, tetapi juga dalam hal pelestarian sumber daya perikanan, dengan tetap menjaga keseimbangan antara pemanfaatan dan keberlanjutan ekosistem laut. Mereka optimis bahwa melalui kerja keras dan inovasi, usaha ini dapat terus maju dan menjadi inspirasi bagi komunitas lainnya dalam mengembangkan industri berbasis perikanan secara mandiri dan berkelanjutan.
Gambar 5. – POKLAHSAR Karya Bersama menerima bantuan alat produksi dari UNU Kalbar melalui program PKM – Blue Forests.
Ditulis: Marini Binti Muliady