Desa Medan Mas, yang berada di Kabupaten Kubu Raya, Kalimantan Barat, menghadapi ancaman serius terhadap ekosistem mangrovenya. Kawasan mangrove di kawasan pedesaan di Kecamatan Batu Ampar ini terancam oleh praktik penebangan liar (illegal logging) dan pengembangan tambak konvensional yang berpotensi merusak lingkungan. Untuk mengatasi ancaman ini, pemerintah desa bersama masyarakat setempat telah rutin melakukan patroli dan monitoring di kawasan mangrove tersebut. Upaya ini bertujuan tidak hanya untuk menjaga kelestarian hutan mangrove, tetapi juga untuk melindungi satwa penting yaitu Bentang/bekantan (Nasalis larvatus) yang bergantung pada ekosistem tersebut.
Gambar 1. Patroli dan monitoring – Noviansyah Putra/Blue Forests
Baru-baru ini, lebih dari 8 ekor bekantan ditemukan di kawasan mangrove Desa Medan Mas, yang memiliki luas sekitar 182 Hektar. Sejak beberapa tahun terakhir, sebagian besar wilayah mangrove ini telah dibuka menjadi tambak udang. Masyarakat setempat meyakini bahwa sejak perubahan fungsi kawasan mangrove ini, bekantan mulai jarang terlihat di desa mereka. Hal ini kemungkinan terjadi karena alih fungsi lahan mengurangi habitat asli bekantan, sehingga mereka lebih sering muncul di area yang berdekatan dengan pemukiman.
Gambar 2. Bentang/Bekantan (Nasalis Larvatus) – Achmad Juwardi/Blue Forests
Berdasarkan penelitian, bekantan merupakan salah satu spesies kunci yang berperan penting dalam menjaga kualitas ekosistem mangrove di suatu wilayah khususnya Kalimantan. Mamalia ini dilindungi oleh Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan nomor 106 tahun 2018 dan terdaftar sebagai spesies yang terancam punah dalam data IUCN Redlist. Di Indonesia, populasi bekantan terus menurun akibat alih fungsi lahan menjadi tambak konvensional dan praktik illegal logging. Hilangnya habitat alami bekantan berdampak signifikan terhadap keberlanjutan ekosistem mangrove, mengingat spesies ini memiliki peran dalam menjaga keseimbangan ekosistem tersebut.
Secara ekonomi, masyarakat Desa Medan Mas mengandalkan komoditas kelapa sebagai sumber utama penghidupan mereka. Kelapa tidak hanya menjadi komoditas unggulan, tetapi juga menjadi andalan bagi mayoritas penduduk dalam memenuhi kebutuhan sehari-hari dan menopang perekonomian desa. Selain itu, sebagian penduduk Desa Medan Mas menggantungkan mata pencaharian pada hasil tambak, terutama komoditas udang, yang menjadi salah satu sektor perikanan penting di wilayah tersebut.
Di sisi lain, masyarakat menyadari pentingnya keberadaan mangrove seluas 182 Hektar berada di desa mereka. Mangrove tersebut memiliki peran strategis sebagai sebagai sabuk hijau (green belt) yang berfungsi untuk melindungi garis pantai dari ancaman abrasi. Selain itu, mangrove juga berperan sebagai sistem filtrasi alami yang mampu menjaga kualitas air dan ekosistem lingkungan, sehingga mendukung keberlanjutan hidup masyarakat baik secara ekologis maupun ekonomis. Kesadaran ini mendorong masyarakat untuk menjaga dan melindungi kawasan mangrove sebagai bagian tak terpisahkan dari upaya pelestarian lingkungan dan keberlanjutan kehidupan mereka.
Gambar 3. Potret mangrove Medan Mas – Noviansyah Putra/Blue Forests
Dharma Wira, selaku Kepala Desa Medan Mas, dan Eka Rahadi, Ketua Badan Permusyawaratan Desa (BPD) Medan Mas, secara aktif berupaya untuk melestarikan ekosistem mangrove di wilayah mereka. Sebagai bagian dari upaya tersebut, mereka merancang dan mengesahkan Peraturan Desa (Perdes) yang khusus mengatur tentang ‘’Pengelolaan dan Perlindungan Mangrove.’’ Peraturan ini menjadi landasan hukum untuk mendukung pelestarian mangrove secara berkelanjutan. Selain itu, mereka membentuk tim Patroli dan Monitoring yang bertugas melakukan pengawasan rutin terhadap kondisi hutan mangrove, sekaligus mencegah aktivitas yang dapat merusak kawasan tersebut. Sebagai wujud nyata komitmen pemerintah desa, juga dialokasikan khusus untuk mendukung program perlindungan mangrove.
Gambar 4. Sosialisasi Peraturan Desa Perlindungan dan Pengelolaan Mangrove – Achmad Juwardi/Blue Forests
Tidak hanya berfokus pada pelestarian lingkungan, desa juga mengembangkan potensi ekowisata berbasis masyarakat melalui Kelompok Sadar Wisata terus (Pokdarwis). Atraksi tersebut mencakup pemanfaatan hasil hutan bukan kayu (HHBK), pengolahan hasil dan produk perikanan, pengolahan sampah menjadi barang bernilai ekonomis, serta kerajinan tangan yang dihasilkan oleh masyarakat setempat. Salah satu daya tarik utama ekowisata di Desa Medan Mas adalah keberadaan bekantan yang menjadi ikon unik dari kawasan tersebut. Pengunjung juga dapat menikmati perjalanan menyusuri sungai di sekitar hutan mangrove, menjadikan pengalaman wisata lebih kaya dan berkesan. Upaya ini tidak hanya memberikan dampak positif terhadap lingkungan, tetapi juga meningkatkan kesejahteraan ekonomi masyarakat setempat.
Ashri Afif, Ketua Pokdarwis Desa Medan Mas, menyampaikan bahwa salah satu langkah strategis dalam melindungi ekosistem mangrove adalah dengan mengembangkan berbagai atraksi wisata berbasis alam dan budaya lokal. Atraksi-atraksi ini dirancang untuk memberikan pengalaman baru yang menarik bagi para wisatawan sekaligus meningkatkan apresiasi terhadap lingkungan.
Sebagai contoh, keberadaan kawasan hutan mangrove seluas 182 hektar yang masih alami, ditambah dengan populasi bekantan yang menjadi spesies khas dan unik, merupakan daya tarik utama yang dapat dioptimalkan. Selain itu, berbagai aktivitas pemanfaatan mangrove yang dilakukan oleh kelompok masyarakat juga menjadi nilai tambah yang memperkuat potensi wisata ini.
Ashri menekankan bahwa kekayaan alam dan budaya Desa Medan Mas ini sudah lebih dari cukup untuk menjadi modal utama dalam mengembangkan wisata yang strategis. Dengan pengelolaan yang terarah, potensi ini tidak hanya mendukung upaya pelestarian mangrove, tetapi juga memberikan manfaat ekonomi dan sosial yang signifikan bagi masyarakat setempat. Strategi ini bertujuan menciptakan keseimbangan antara keberlanjutan lingkungan dan peningkatan kesejahteraan masyarakat.
Gambar 6. Foto bersama pasca musyawarah -Hira/Blue Forests
Berbagai upaya yang telah dilakukan di Medan Mas ini merupakan potret nyata komitmen masyarakat setempat dalam pengelolaan ekosistem mangrove secara adaptif dan berkelanjutan. Upaya-upaya ini menunjukkan kesadaran mendalam akan pentingnya menjaga harmoni antara manusia dan alam, terutama mangrove, yang menjadi pondasi utama bagi kehidupan masyarakat desa.
Masyarakat tidak hanya memanfaatkan mangrove sebagai sumber daya ekonomi, tetapi juga melindunginya sebagai ekosistem vital yang mendukung keberlanjutan lingkungan. Dengan pendekatan yang berorientasi jangka panjang, pengelolaan mangrove ini diharapkan mampu memberikan manfaat tidak hanya untuk generasi saat ini, tetapi juga sebagai warisan berharga bagi anak dan cucu kelak di masa depan. Keharmonisan yang terbangun antara manusia dan mangrove ini menjadi dasar untuk menciptakan kehidupan yang lebih baik dan berkelanjutan, sekaligus memastikan bahwa ekosistem tersebut tetap lestari sebagai penopang kehidupan.
Ditulis: Noviansyah Putra